Mengacu pada buku ‘Kuliner Yogyakarta: Cerita di Balik Nikmatnya’ karya Rifqa Army yang diterbitkan oleh Pustaka Kemdikbud, terdapat berbagai makanan khas Yogyakarta yang patut dicoba. Berikut adalah beberapa di antaranya:
1. Gudeg
Gudeg merupakan makanan yang menjadi simbol utama Daerah Istimewa Yogyakarta. Nama “gudeg” berasal dari istilah dalam bahasa Jawa, yaitu hangudek, yang berarti ‘proses mengaduk’. Sebagai salah satu kuliner khas Yogyakarta, gudeg sering dipilih sebagai oleh-oleh. Seiring dengan perkembangan zaman, cara pengemasan gudeg pun semakin bervariasi, mulai dari besek, daun pisang, kardus, hingga kendil. Mengingat gudeg adalah masakan basah yang mudah basi, muncul inovasi untuk mengemasnya dalam bentuk kalengan agar lebih tahan lama.
2. Sate Klathak
Sate klathak adalah jenis sate yang menggunakan daging kambing muda sebagai bahan utamanya. Keunikan dari sate ini terletak pada tusuk satai yang terbuat dari besi jeruji sepeda, bukan bambu. Penggunaan jeruji besi bertujuan agar daging kambing muda dapat matang lebih cepat berkat distribusi panas yang merata. Sate, yang dikenal sebagai satai di kalangan masyarakat Jawa, merupakan salah satu kuliner khas Indonesia yang diakui sebagai salah satu makanan terlezat di dunia. Menurut survei CNN pada tahun 2011, sate menempati urutan ke-14 dari 50 makanan terlezat di dunia, dan sate klathak menjadi salah satu variasi unik yang hanya dapat ditemukan di Yogyakarta.
3. Berongkos
Berongkos, yang juga dikenal sebagai brongkos di kalangan masyarakat Jawa, adalah olahan sayur yang terbuat dari daging sapi, khususnya bagian sandung lamur, yaitu bagian daging sapi yang berasal dari dada bawah, sekitar ketiak.
4. Gatot dan Tiwul
Gatot dan tiwul adalah jenis makanan yang berasal dari ketela pohon (singkong). Kedua makanan ini memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan pencernaan. Proses pembuatannya melibatkan fermentasi.
Selama fermentasi, bakteri asam laktat (laktobasilus) berkembang biak pada singkong. Setelah proses fermentasi, singkong dijemur di bawah sinar matahari hingga menjadi gaplek.
Tiwul terbuat dari gaplek yang berwarna putih, sedangkan gatot berasal dari gaplek yang berwarna hitam. Warna hitam pada gaplek dihasilkan dari proses pengeringan yang tidak sempurna setelah fermentasi.
5. Wajik
Wajik adalah makanan yang diolah dari beras ketan yang dimasak dan dicampur dengan santan serta gula kelapa. Dalam tradisi adat Jawa, khususnya pada upacara pernikahan, wajik menjadi salah satu hidangan yang harus ada.
Pada saat upacara pernikahan, wajik disajikan bersamaan dengan jadah, krasikan, jenang alot, dan tawonan. Kelima jenis makanan ini biasanya dibawa sebagai seserahan oleh calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita.
6. Apem
Apem merupakan salah satu kuliner khas dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang sering digunakan dalam berbagai upacara adat. Dalam bahasa Indonesia, apem juga dikenal dengan sebutan Apam.
Asal usul nama apem diambil dari bahasa Arab, yaitu afwan atau afuwwun, yang berarti ‘meminta maaf’ atau ‘meminta ampunan’. Namun, karena kesulitan lidah orang Jawa dalam melafalkan afwan/afuwwun, istilah tersebut kemudian disederhanakan menjadi apem.
Tradisi masyarakat Jawa adalah membuat apem menjelang bulan Ramadan dan membagikannya kepada kerabat, tetangga, atau mengirimkannya ke masjid. Kue ini juga berfungsi sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang telah diterima. Selain itu, apem disajikan dalam berbagai upacara adat, seperti pernikahan, jumeneng Sri Sultan, dan labuhan di Pantai Parangtritis.
7. Kipo
Kipo adalah makanan tradisional yang berasal dari Kotagede, Yogyakarta, dengan cerita menarik di balik namanya.
Nama kipo tidak diciptakan secara khusus, melainkan muncul karena pembuat pertama makanan ini tidak diketahui. Ketika ditanya oleh orang-orang, mereka sering bertanya, “iki opo?” (‘Ini apa?’), yang kemudian melahirkan nama kipo sebagai singkatan dari frasa tersebut.
Kipo memiliki warna hijau dan bentuk kecil, namun menawarkan rasa yang sangat lezat. Rasa manis dan gurih pada kipo berasal dari campuran gula dan kelapa yang menjadi isian kue ini.
8. Geplak
Sejak era kolonial Belanda, Bantul dikenal sebagai daerah penghasil gula tebu dan gula kelapa. Pada masa itu, terdapat enam pabrik gula yang beroperasi di wilayah ini. Selain itu, banyak perkebunan tebu juga tumbuh subur di kawasan Bantul.
Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak di pesisir selatan yang kaya akan hasil kelapa. Kelapa menjadi bahan baku utama dalam pembuatan gula kelapa.
Ketersediaan gula tebu, buah kelapa, dan gula kelapa yang melimpah di Bantul menjadi cikal bakal munculnya geplak. Selain gula dan kelapa, tepung beras juga merupakan komponen penting dalam pembuatan geplak.
Pada awalnya, geplak hanya memiliki warna putih. Namun, seiring berjalannya waktu, warna geplak bervariasi sesuai dengan rasa yang dihasilkan. Salah satu tempat yang terkenal menjual geplak adalah daerah Gose, Bantul.
9. Wedang Uwuh
Dalam bahasa Jawa, wedang berarti ‘minuman’, sedangkan uwuh berarti ‘sampah’. Minuman khas dari Imogiri, Bantul ini dinamakan wedang uwuh karena bahan-bahan yang digunakan terlihat seperti tumpukan sampah saat dicampurkan dalam satu wadah.
Meskipun demikian, wedang uwuh memiliki banyak manfaat bagi kesehatan karena terbuat dari rempah-rempah dan tanaman yang memiliki khasiat.
Salah satu bahan utama wedang uwuh adalah kayu secang, yang telah digunakan untuk membuat minuman oleh keluarga raja sejak zaman Kerajaan Mataram Islam.
10. Yangko
Selain kipo, terdapat juga makanan khas dari Kotagede yang dikenal dengan nama yangko. Kue yangko memiliki cita rasa manis dan gurih.
Awalnya, kue ini disebut kiyangko. Namun, karena kesulitan dalam pengucapan, seiring waktu namanya berubah menjadi yangko. Mbah Ireng adalah orang yang pertama kali memperkenalkan yangko.
Inovasi dalam pembuatan yangko oleh Mbah Ireng dimulai sejak tahun 1921, tetapi kue ini baru mulai dikenal luas pada tahun 1939. Saat ini, yangko telah mengalami perubahan dalam kemasan, rasa, dan aroma yang lebih bervariasi.